Selasa, 05 Januari 2016

Sedikit Berbeda Bukan Berarti Tak Sama

Tidak ada seorangpun yang mau dilahirkan sebagai penyandang cacat. Baik cacat fisik maupun cacat mental, tak ada yang mengharapkan hal tersebut terjadi. Tapi jika takdir berkata lain, ingatlah Tuhan memiliki rencana indah atas apa yang dibebankan pada hamba-Nya. Jika semua orang terlahir dengan keadaan normal, maka tidak akan ada perbedaan yang membuat kita tenggang rasa antar sesama.
Memiliki keterbatasan bukan berarti harus berhenti bermimpi. Hanya berbeda bukan berarti tak sama. Setiap orang memiliki hak yang sama di mata Tuhan, lalu bagaimana mungkin manusia bisa membatasi hak setiap orang hanya karena perbedaan.
Seperti kisah seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia ini. Sebut saja namanya Jalun, sekilas dia tak ada bedanya dengan teman sesamanya. Bahkan jika dia berjalan bersamaan dengan temannya yang lain, nyaris tak ada yang tahu bahwa jalun (mohon maaf) berkebutuhan khusus. Diusia yang seharusnya sudah mulai berperilaku dewasa, jalun masih seperti anak-anak. bahkan merasa tersindir dan disudutkan, dia akan memberikan respon negatif. Tidak jarang emosi diluapkan dengan melempar barang yang ada disekitarnya. Lagi-lagi berbeda bukan berarti tak sama, siapa yang menyangka bahwa Jalun ini bisa diterima Universitas ternama dengan seleksi yang ketat.
Memang benar penyandang difabel atau difabilitas dan sering kita sebut dengan keterbatasan diri dilindungi oleh Undang-Undang RI No 4 tahun 1997 yang membahas tentang difabel.  Adanya Undang-Undang tersebut bertujuan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat berlandaskan pancasiladan uud 1945 dan juga agar setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Namun pada kenyataannya kebijakan Pemerintah yang ada saat ini cenderung hanya berbasis pada belas kasihan. Tapi kisah dari Jalun ini bisa menginspirasi kita, bahwa penyandang difabel pun berhak untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Perguruan Tinggi untuk anak berkebutuhan khusus memang belum ada, namun bukan berarti tidak mungkin untuk melanjutkan kuliah bukan?. Kiranya ini bisa menjadi motivasi bagi mereka yang saat ini memiliki keadaan yang sama dengan Jalun namun kurang memiliki keberanian untuk mencoba. Semoga dengan adanya kisah ini kita berlatih untuk merangkul mereka, bukannya dikucilkan dengan sikap dingin pada lembaga yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar