BAB
II
PEMBAHASAN
2.2.1  
Pengertian
Bakery 
Bakery merupakan bagian dari pastry yang
bertanggung jawab pada pembuatan roti, danish, croissant dan
produk yang lain dan disajikan setelah di oven atau baking. Pada bakery
setelah proses cooking masih diperlukan penanganan lagi  seperti memberi rasa dan tampilan sesuai
dengan keperluan.
Menurut U.S.Wheat
Associated (1981) dalam The Book The World of Bread History (2004) :
“Roti adalah produk pangan olahan yang merupakan hasil proses pemanggangan
adonan yang telah difermentasi”. Roti memiliki beberapa klasifikasi tersendiri,
beberapa diantaranya adalah :
1.            
Tea bread & bund yaitu jenis roti
yang dihidangkan pada waktu sarapan, coffe break atau sebagai makanan
selingan. 
2.            
Roti gandum putih yaitu roti gandum putih atau biasa dikenal
dengan roti tawar. Tepung yang digunakan ialah tepung terigu / wheat flour.
3.            
Roti gandum coklat yaitu roti yang termasuk kelompok roti
gandum coklat atau wholemeals bread, yang terbuat dari tepung mengandung
90-100%, diambil dari biji gandum coklat, karena itu tepung ini mengandung
lemak. 
2.2.2   Pengertian Bread Stalling
Stalling merupakan suau proses yang
berhubungan dengan rekritalisasi aatu rertogradasi molekul pati yang tergelainasi
selama proses pemanggangan. Hilangnya air dan daya kohesi remah roti
menyebabkan remah roi ersebut menjadi lebih kering dank eras. Air merupakan
salah sau bahan yang berperan penting dalam proses stalling karena pelunakan
roi dan pengerasan remah roti berhubungan dengan redistribusi air selama
penyimpanan (Lent & Grant, 2001).
Syamsir
(2011:21) mengatakan bahwa “Selama staling, distribusi air di dalam roti
berubah. Aktivitas air crumb yang lebih tinggi dari crust menyebabkan air
berpindah dari bagian crumb ke crust. Perpindahan air ini menyebabkan kadar air
crust yang tadinya hanya 2-5% meningkat dan merubah tekstur dari crispy menjadi
lunak dan alot. Penampakan crust yang awalnya mengkilap (glossy) juga berubah
menjadi opak. 
Penguapan
komponen flavor yang bersifat volatil, dan/atau pemerangkapan komponen flavor
oleh polimer pati (amilosa) menyebabkan hilangnya aroma roti segar selama
penyimpanan. Selain itu, beberapa komponen bersifat sangat labil dan jumlahnya
menurun selama penyimpanan karena reaksi oksidasi atau reaksi lainnya. 
Pengerasan crumb
yang terjadi selama staling melibatkan proses yang lebih kompleks. Proses
retrogradasi pati (amilopektin) yang berakibat pada meningkatnya kristalisasi
atau keteraturan molekuler polimer pati (amilopektin) merupakan penyebab utama
dari peningkatan kekerasan crumb. Selain itu, terperangkapnya sebagian air di
dalam kristal pati selama proses retrogradasi menyebabkan distribusi air di
dalam crumb bergeser dari gluten ke pati (amilopektin) sehingga menurunkan
ketersediaan air sebagai plasticizer pada matriks gluten. Hal ini menyebabkan
tekstur crumb menjadi kering dan rapuh”.
2.2.3  
Faktor
yang Mempengaruhi Bread Stalling
1.            
Suhu penyimpanan
Laju staling
memiliki koefesien suhu negatif. Laju bread stalling dipercepat pada
penyimpanan suhu rendah. Bread staling berhubungan dengan rekristalisasi pati
pada suhu penyimpananan -1, 10, dan 21oC. Peranan kristalisasi pati
tersebut akan menurun pada suhu lebih tinggi, yakni 32 dan 43oC).
2.            
Moisture migration
Air mengalami
perubahan dalam beberapa tahapan pengolahan roti, mulai dari drying out,
moisture equilibration antara crumb dan crust, serta moisture redistribution
antar komponen roti. Drying out roti tidak menyebabkan staling, tetapi
mendorong percepatan reaksi penyebab stalling. Pengaruh air dalam mempelajari
bread staling merupakan pertimbangan yang paling penting untuk diperhatikan.
3.            
Faktor pengolahan
Pengaruh
faktor teknologi yang meliputi metode pengolahan, formula, dan tahapan
operasional berpengaruh terhadap faktor adonan dan terjadinya staling.
Contohnya adalah suhu pemanggangan yang secara signifikan mempengaruhi bread
staling. Pemanggangan pada suhu rendah akan menghasilkan laju staling yang
lebih lambat, termasuk crumb hardening dan retrogradasi pati.
4.            
Antistaling additives
Proses staling
bisa dipercepat dengan adanya pengaruh waktu, suhu, dan kelembaban. Ketiga
faktor tersebut dapat menghasilkan crouton dan dry crumb dengan cepat.
Sedangkan, untuk menghambat terjadinya staling, banyak langkah yang bisa
dilakukan. Antara lain adalah dengan menggunakan bahan tambahan pangan.
5.            
Enzim
Salah satu
strategi untuk menurunkan laju bread staling adalah penggunaan enzim. Amilase
dan protease merupakan enzim yang paling banyak digunakan secara komersial
dalam industri bakery. Enzim yang paling bermanfaat menghambat laju staling
adalah α-amylase yang mengkatalis sejumlah kecil hidrolisis pati. Sedangkan protease
berguna untuk depolimerisasi gluten dan memodifikasi karateristik baking.
Keduanya menurunkan crumb firmness. Selain kedua enzim tersebut, lipase,
lipoxygenase dan non starch polysaccharide modifying enzymes juga dilaporkan
dapat bermanfaat untuk menurunkan laju staling.
6.            
Surface-active lipids
Banyak
penelitian tentang lipid pada produk bakery bertujuan untuk memperbaiki
karakteristik fungsional roti. Berbagai jenis emulsifier banyak digunakan untuk
memprkuat adonan atau memperlembut crumb, namun peranannya sebagai antistaling
jarang diungkap. Salah satu contoh, emulsifer yang dilaporkan dapat mengurangi
anti staling adalah lesitin. Hidrolisat lesitin kedelai menghambat kristalisasi
gel pati. Beberapa jenis emulsifier lainnya yang diduga memiliki efek sebagai
anti staling antara lain monoglyceride, polyexyethylene monostearat, sodium
stearoyl lactylate, dan glycerol monostearete. Mekanisme secara lengkapnya juga
masih menjadi perdebatan. Namun diduga, emulsifier tersebut mempengaruhi crumb
firmness.
7.            
Shortening
Komponen ini
sangat efektif menghambat bread crumb staling. Mekanismenya berbeda dengan
monogliserida. Penelitian mengenai hal ini juga masih berlangsung, sebab
ternyata pada defatted bread juga menunjukkan hal yang sama. Diperkirakan anti
staling juga diperoleh dari lemak alami yang terdapat pada tepung.
8.            
Ingridien karbohidrat
Beberapa
penelitian telah melaporkan pengaruh penambahan hidrokoloid terhadap staling.
Guar dan locust bean gum disebutkan dapat menunda retrogradasi pati, tetapi
belum jelas apakah memiliki aktivitas anti staling ataupun tidak. Namun, dalam
penelitian yang lain dilaporkan bahwa penambahan gum, alginat, dan xanthan
mampu menurunkan derajat crumb firmness dan laju staling selama penyimpanan.
Selain hidrokoloid dan gum, damaged dan modified starch juga dilaporkan
memberikan pengaruh anti staling. Tipples (1969) mengungkapkan, bahwa
penggunaan 25 hingga 30% damaged wheat starch mengurangi laju staling, terutama
bila ditambahkan malt dan digunakan metode sponge dough.
2.2.4  
Mencegah
Bread Stalling
Syamsir (2011:21) mengatakan
“Ada beberapa faktor yang dapat
memperlambat laju proses staling, atau dengan kata lain, mempertahankan
keempukan roti lebih lama. Intinya adalah dengan memodifikasi pati agar proses
retrogradasi berjalan lebih lambat dan atau dengan mempertahankan keseimbangan
air di dalam sistim roti.
Dari aspek ingridient, aditif yang dapat
digunakan untuk menghambat atau memperlambat proses staling adalah emulsifier,
shortening, enzim dan hidrokoloid. Emulsifier (seperti mono/diasil gliserida
atau stearil- 2-laktilat) dan shortening (margarin dan ghee) selama proses
baking akan membentuk kompleks dengan polimer pati (amilosa dan amilopektin).
Pembentukan kompleks ini akan menghambat proses retrogradasi pati yang artinya
akan menghambat staling. Perbedaan kemampuan emulsifier untuk membentuk
kompleks dengan polimer pati menyebabkan perbedaan kemampuannya dalam menekan
laju staling. Penambahan shortening kedalam formula roti dapat memperbaiki
pengembangan volume roti dan menghasilkan struktur crumb yang seragam dengan dinding
sel (matriks) yang tipis.
Enzim α-amilase tahan panas
menghambat staling dengan cara memotong pati (amilopektin) sehingga proses
retrogradasi dapat dikurangi dan atau produksi dekstrin yang mengganggu proses
retrogradasi pati. Hidrokoloid seperti hidroksi propil metil selulosa (HPMC)
dan alginat adalah improver roti yang berfungsi untuk meningkatkan volume roti,
memperbaiki tekstur crumb sekaligus juga menghambat proses staling. Berbeda
dengan komponen anti staling yang dijelaskan diatas, mekanisme anti staling
dari hidrokoloid disebabkan oleh struktur hidrofiliknya yang dapat berikatan
dengan air dan mempertahankan air tetap berada di dalam crumb. 
Suhu penyimpanan roti juga
berpengaruh pada kecepatan terjadinya staling. Penyimpanan roti pada suhu
dingin (diatas suhu beku) menyebabkan peningkatan kecepatan staling sementara
penyimpanan pada suhu ruang dapat memperlambat kerusakan tekstur crumb karena
staling. Proses staling akan berlangsung cepat pada kisaran suhu 0 – 10°C.
Berbeda dengan penyimpanan dingin, penyimpanan pada suhu beku (suhu dibawah
-5°C) justru dapat memperlambat proses staling.
Roti yang telah mengalami staling
masih dapat dikembalikan teksturnya ke kondisi semula dengan memanaskan roti
tersebut pada suhu 65 - 100°C. Hanya saja, tekstur yang empuk tersebut akan
mengalami pengerasan (proses staling) lebih cepat ketika suhu roti kembali
turun ke suhu ruang.
Air juga berperan dalam perubahan
yang terjadi selama penyimpanan roti. Pemilihan kondisi penyimpanan atau
kemasan hendaklah mencegah proses penguapan air. Pengeringan permukaan roti
karena penguapan air ke udara akan mengganggu kesetimbangan air di bagian crust
dan crumb sehingga mempercepat terjadinya staling.
Perbedaan aktivitas air yang cukup
besar antara bagian crust dan crumb juga berpengaruh pada peningkatan kekerasan
crumb selama penyimpanan. Telah dilaporkan bahwa roti yang memiliki crust
(kulit) mengalami proses crumb staling lebih cepat dibandingkan roti tanpa
crust (kulit).
 
:)
BalasHapus