Minggu, 26 Oktober 2014

bread stalling



BAB II
PEMBAHASAN
2.2.1   Pengertian Bakery
Bakery merupakan bagian dari pastry yang bertanggung jawab pada pembuatan roti, danish, croissant dan produk yang lain dan disajikan setelah di oven atau baking. Pada bakery setelah proses cooking masih diperlukan penanganan lagi  seperti memberi rasa dan tampilan sesuai dengan keperluan.
Menurut U.S.Wheat Associated (1981) dalam The Book The World of Bread History (2004) : “Roti adalah produk pangan olahan yang merupakan hasil proses pemanggangan adonan yang telah difermentasi”. Roti memiliki beberapa klasifikasi tersendiri, beberapa diantaranya adalah :
1.             Tea bread & bund yaitu jenis roti yang dihidangkan pada waktu sarapan, coffe break atau sebagai makanan selingan.
2.             Roti gandum putih yaitu roti gandum putih atau biasa dikenal dengan roti tawar. Tepung yang digunakan ialah tepung terigu / wheat flour.
3.             Roti gandum coklat yaitu roti yang termasuk kelompok roti gandum coklat atau wholemeals bread, yang terbuat dari tepung mengandung 90-100%, diambil dari biji gandum coklat, karena itu tepung ini mengandung lemak.

2.2.2   Pengertian Bread Stalling
Stalling merupakan suau proses yang berhubungan dengan rekritalisasi aatu rertogradasi molekul pati yang tergelainasi selama proses pemanggangan. Hilangnya air dan daya kohesi remah roti menyebabkan remah roi ersebut menjadi lebih kering dank eras. Air merupakan salah sau bahan yang berperan penting dalam proses stalling karena pelunakan roi dan pengerasan remah roti berhubungan dengan redistribusi air selama penyimpanan (Lent & Grant, 2001).
Syamsir (2011:21) mengatakan bahwa “Selama staling, distribusi air di dalam roti berubah. Aktivitas air crumb yang lebih tinggi dari crust menyebabkan air berpindah dari bagian crumb ke crust. Perpindahan air ini menyebabkan kadar air crust yang tadinya hanya 2-5% meningkat dan merubah tekstur dari crispy menjadi lunak dan alot. Penampakan crust yang awalnya mengkilap (glossy) juga berubah menjadi opak.
Penguapan komponen flavor yang bersifat volatil, dan/atau pemerangkapan komponen flavor oleh polimer pati (amilosa) menyebabkan hilangnya aroma roti segar selama penyimpanan. Selain itu, beberapa komponen bersifat sangat labil dan jumlahnya menurun selama penyimpanan karena reaksi oksidasi atau reaksi lainnya.
Pengerasan crumb yang terjadi selama staling melibatkan proses yang lebih kompleks. Proses retrogradasi pati (amilopektin) yang berakibat pada meningkatnya kristalisasi atau keteraturan molekuler polimer pati (amilopektin) merupakan penyebab utama dari peningkatan kekerasan crumb. Selain itu, terperangkapnya sebagian air di dalam kristal pati selama proses retrogradasi menyebabkan distribusi air di dalam crumb bergeser dari gluten ke pati (amilopektin) sehingga menurunkan ketersediaan air sebagai plasticizer pada matriks gluten. Hal ini menyebabkan tekstur crumb menjadi kering dan rapuh”.

2.2.3   Faktor yang Mempengaruhi Bread Stalling
1.             Suhu penyimpanan
Laju staling memiliki koefesien suhu negatif. Laju bread stalling dipercepat pada penyimpanan suhu rendah. Bread staling berhubungan dengan rekristalisasi pati pada suhu penyimpananan -1, 10, dan 21oC. Peranan kristalisasi pati tersebut akan menurun pada suhu lebih tinggi, yakni 32 dan 43oC).
2.             Moisture migration
Air mengalami perubahan dalam beberapa tahapan pengolahan roti, mulai dari drying out, moisture equilibration antara crumb dan crust, serta moisture redistribution antar komponen roti. Drying out roti tidak menyebabkan staling, tetapi mendorong percepatan reaksi penyebab stalling. Pengaruh air dalam mempelajari bread staling merupakan pertimbangan yang paling penting untuk diperhatikan.
3.             Faktor pengolahan
Pengaruh faktor teknologi yang meliputi metode pengolahan, formula, dan tahapan operasional berpengaruh terhadap faktor adonan dan terjadinya staling. Contohnya adalah suhu pemanggangan yang secara signifikan mempengaruhi bread staling. Pemanggangan pada suhu rendah akan menghasilkan laju staling yang lebih lambat, termasuk crumb hardening dan retrogradasi pati.
4.             Antistaling additives
Proses staling bisa dipercepat dengan adanya pengaruh waktu, suhu, dan kelembaban. Ketiga faktor tersebut dapat menghasilkan crouton dan dry crumb dengan cepat. Sedangkan, untuk menghambat terjadinya staling, banyak langkah yang bisa dilakukan. Antara lain adalah dengan menggunakan bahan tambahan pangan.
5.             Enzim
Salah satu strategi untuk menurunkan laju bread staling adalah penggunaan enzim. Amilase dan protease merupakan enzim yang paling banyak digunakan secara komersial dalam industri bakery. Enzim yang paling bermanfaat menghambat laju staling adalah α-amylase yang mengkatalis sejumlah kecil hidrolisis pati. Sedangkan protease berguna untuk depolimerisasi gluten dan memodifikasi karateristik baking. Keduanya menurunkan crumb firmness. Selain kedua enzim tersebut, lipase, lipoxygenase dan non starch polysaccharide modifying enzymes juga dilaporkan dapat bermanfaat untuk menurunkan laju staling.
6.             Surface-active lipids
Banyak penelitian tentang lipid pada produk bakery bertujuan untuk memperbaiki karakteristik fungsional roti. Berbagai jenis emulsifier banyak digunakan untuk memprkuat adonan atau memperlembut crumb, namun peranannya sebagai antistaling jarang diungkap. Salah satu contoh, emulsifer yang dilaporkan dapat mengurangi anti staling adalah lesitin. Hidrolisat lesitin kedelai menghambat kristalisasi gel pati. Beberapa jenis emulsifier lainnya yang diduga memiliki efek sebagai anti staling antara lain monoglyceride, polyexyethylene monostearat, sodium stearoyl lactylate, dan glycerol monostearete. Mekanisme secara lengkapnya juga masih menjadi perdebatan. Namun diduga, emulsifier tersebut mempengaruhi crumb firmness.
7.             Shortening
Komponen ini sangat efektif menghambat bread crumb staling. Mekanismenya berbeda dengan monogliserida. Penelitian mengenai hal ini juga masih berlangsung, sebab ternyata pada defatted bread juga menunjukkan hal yang sama. Diperkirakan anti staling juga diperoleh dari lemak alami yang terdapat pada tepung.
8.             Ingridien karbohidrat
Beberapa penelitian telah melaporkan pengaruh penambahan hidrokoloid terhadap staling. Guar dan locust bean gum disebutkan dapat menunda retrogradasi pati, tetapi belum jelas apakah memiliki aktivitas anti staling ataupun tidak. Namun, dalam penelitian yang lain dilaporkan bahwa penambahan gum, alginat, dan xanthan mampu menurunkan derajat crumb firmness dan laju staling selama penyimpanan. Selain hidrokoloid dan gum, damaged dan modified starch juga dilaporkan memberikan pengaruh anti staling. Tipples (1969) mengungkapkan, bahwa penggunaan 25 hingga 30% damaged wheat starch mengurangi laju staling, terutama bila ditambahkan malt dan digunakan metode sponge dough.

2.2.4   Mencegah Bread Stalling
Syamsir (2011:21) mengatakan “Ada beberapa faktor yang dapat memperlambat laju proses staling, atau dengan kata lain, mempertahankan keempukan roti lebih lama. Intinya adalah dengan memodifikasi pati agar proses retrogradasi berjalan lebih lambat dan atau dengan mempertahankan keseimbangan air di dalam sistim roti.
Dari aspek ingridient, aditif yang dapat digunakan untuk menghambat atau memperlambat proses staling adalah emulsifier, shortening, enzim dan hidrokoloid. Emulsifier (seperti mono/diasil gliserida atau stearil- 2-laktilat) dan shortening (margarin dan ghee) selama proses baking akan membentuk kompleks dengan polimer pati (amilosa dan amilopektin). Pembentukan kompleks ini akan menghambat proses retrogradasi pati yang artinya akan menghambat staling. Perbedaan kemampuan emulsifier untuk membentuk kompleks dengan polimer pati menyebabkan perbedaan kemampuannya dalam menekan laju staling. Penambahan shortening kedalam formula roti dapat memperbaiki pengembangan volume roti dan menghasilkan struktur crumb yang seragam dengan dinding sel (matriks) yang tipis.
Enzim α-amilase tahan panas menghambat staling dengan cara memotong pati (amilopektin) sehingga proses retrogradasi dapat dikurangi dan atau produksi dekstrin yang mengganggu proses retrogradasi pati. Hidrokoloid seperti hidroksi propil metil selulosa (HPMC) dan alginat adalah improver roti yang berfungsi untuk meningkatkan volume roti, memperbaiki tekstur crumb sekaligus juga menghambat proses staling. Berbeda dengan komponen anti staling yang dijelaskan diatas, mekanisme anti staling dari hidrokoloid disebabkan oleh struktur hidrofiliknya yang dapat berikatan dengan air dan mempertahankan air tetap berada di dalam crumb.
Suhu penyimpanan roti juga berpengaruh pada kecepatan terjadinya staling. Penyimpanan roti pada suhu dingin (diatas suhu beku) menyebabkan peningkatan kecepatan staling sementara penyimpanan pada suhu ruang dapat memperlambat kerusakan tekstur crumb karena staling. Proses staling akan berlangsung cepat pada kisaran suhu 0 – 10°C. Berbeda dengan penyimpanan dingin, penyimpanan pada suhu beku (suhu dibawah -5°C) justru dapat memperlambat proses staling.
Roti yang telah mengalami staling masih dapat dikembalikan teksturnya ke kondisi semula dengan memanaskan roti tersebut pada suhu 65 - 100°C. Hanya saja, tekstur yang empuk tersebut akan mengalami pengerasan (proses staling) lebih cepat ketika suhu roti kembali turun ke suhu ruang.
Air juga berperan dalam perubahan yang terjadi selama penyimpanan roti. Pemilihan kondisi penyimpanan atau kemasan hendaklah mencegah proses penguapan air. Pengeringan permukaan roti karena penguapan air ke udara akan mengganggu kesetimbangan air di bagian crust dan crumb sehingga mempercepat terjadinya staling.
Perbedaan aktivitas air yang cukup besar antara bagian crust dan crumb juga berpengaruh pada peningkatan kekerasan crumb selama penyimpanan. Telah dilaporkan bahwa roti yang memiliki crust (kulit) mengalami proses crumb staling lebih cepat dibandingkan roti tanpa crust (kulit).

1 komentar: